Zaman sekarang, anak muda kerja nggak melulu soal masuk jam 9, pulang jam 5, pakai kemeja, dan ngantor di gedung tinggi.
Banyak Gen Z yang lebih milih jadi content creator—bikin video, nge-podcast, bikin thread, atau jualan via live TikTok.
Kantor Udah Nggak Sekeren Dulu
Nggak heran, profesi kreator sekarang makin naik daun.Bukan karena males kerja, tapi karena dunia kerja lama udah nggak relevan lagi buat mereka.
Bayangin, generasi yang dari kecil udah kenal YouTube, tumbuh bareng Instagram, dan dewasa bareng TikTok—tentu cara mereka lihat “kerja” beda banget sama generasi sebelumnya.
Gaji Penting, Tapi Vibes Lebih Penting
Buat Gen Z, kerja itu bukan cuma soal gaji, tapi juga soal vibes. Kantoran itu kayak hubungan yang ngebosenin: tiap hari ketemu atasan yang ngomel, tugas yang nggak jelas, jam kerja yang ngikutin sistem zaman kolonial.
Sementara jadi kreator? Bebas berekspresi, bisa kerja sambil healing, dan yang paling penting—jadi diri sendiri.
Coba bayangin gini:Kerja kantoran itu kayak makan prasmanan yang pilihannya terbatas. Lo bisa ambil ayam atau ikan, tapi dua-duanya udah ditentuin orang lain.
Jadi kreator itu kayak masak sendiri di dapur pribadi. Lo pilih bahan, atur rasa, dan tentuin kapan mau makan.
Capeknya ada, tapi semua atas kendali lo sendiri.Gak heran banyak yang kabur dari dunia kantor.
Jadi Diri Sendiri Itu Powerful
Survei oleh Morning Consult (2023) menemukan bahwa hampir 60% Gen Z ingin menjadi influencer, dibandingkan dengan hanya 41% dari semua orang dewasa. Hal ini menunjukkan minat yang besar pada karier di bidang konten kreatif.
Karena buat mereka, fleksibilitas itu penting banget—kerja dari mana aja, jam berapa aja, sambil denger musik atau duduk di café favorit.
Menurut Deloitte Global 2024 Gen Z and Millennial Survey, keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi tetap menjadi pertimbangan utama saat Gen Z memilih tempat kerja.
Belum lagi soal autentisitas. Kantoran kadang bikin orang harus pura-pura: senyum ke bos padahal pengen resign, pakai baju rapi padahal lebih nyaman hoodie, ngomong formal padahal di hati cuma pengen bilang “cape, bos!” Jadi kreator? Bisa tampil apa adanya.
Makin jujur, makin relate, makin banyak yang follow.Dan jangan salah, jadi kreator bukan cuma soal ngedance di TikTok. Banyak yang bikin konten edukatif, diskusi sosial, bahkan advokasi.
Tapi Dunia Kreator Juga Nggak Selalu Enak
Artinya, Gen Z pakai platform buat nyuarain hal yang mereka peduliin. Ini bukan tren asal-asalan, tapi bentuk ekspresi dan identitas.Tapi ya, dunia kreator juga nggak selalu manis. Di balik satu konten viral, ada 10 konten yang nggak laku.
Algoritma bisa seenaknya berubah. Komentar jahat bisa bikin mental drop. Dan pemasukan? Kadang naik turun kayak mood Senin pagi.
Tapi anehnya, semua itu tetap terasa lebih worth it daripada kerja kantoran yang sering nggak ada apresiasi. Karena kalau lo kerja buat diri lo sendiri, gagal pun tetap terasa milik sendiri—bukan hasil dimarahin manajer karena target nggak nyampe.
Saatnya Kantor dan Sekolah Nge-Update
Fenomena ini juga nuduh kita semua buat mikir: jangan-jangan dunia kerja emang perlu disegarkan? Kantor harusnya lebih adaptif, ngasih ruang buat berkembang, fleksibel, dan nggak terlalu banyak aturan yang bikin stress.Sekolah juga mesti ngikutin arus.
Jangan cuma ngajar cara bikin CV, tapi juga cara bikin konten, cara bangun personal branding, dan ngerti soal etika digital. Karena masa depan kerja itu bukan cuma soal kerja di perusahaan, tapi juga soal bikin sesuatu yang punya impact—dan bisa dinikmati sambil pakai celana pendek di kamar sendiri.
Jadi, Gen Z bukan anti kerja. Mereka cuma anti sistem kerja yang kaku dan gak manusiawi. Mereka cari cara kerja yang sesuai gaya hidup, nilai, dan semangat mereka. Kantor boleh tetap ada, tapi kalau gak berubah—ya siap-siap ditinggal generasi masa depan.

