Kosovo meupakan salah satu provinsi Negara Serbia hasil pecahan dari Yugoslavia. Kosovo merasa tertekan di bawah rezim otoriter Serbia, karena itu menuntut dan terus berjuang untuk memisahkan diri dari Serbia sebagai bentuk kemerdekaannya.
Konstitusi Yugoslavia 1975, pada saat itu merupakan konstitusi terpanjang di dunia, mengubah tatanan konstitusional di Yugoslavia secara signifikan.
Konstitusi tersebut meningkatkan otonomi Kosovo dan vojvodina, serta memberikan hak veto de facto kepada kedua provinsi otonom di parlemen Serbia dan Yugoslavia karena perubahan status mereka tidak dapat dilakukan tanpa persetujuan dari kedua majelis provinsi.
Konstitusi tersebut memberikan status yang sama terhadap bahasa dan alphabet Serbia, Albania, dan Turki di Kosovo.Pada tahun 1999, administrasi provinsi otonom kosovo dan metohija di serahkan untuk sementara kepada PBB berdasarkan ketentuan UNSCR 1244 yang mengakhiri konflik kosopo tahun itu.
Keputusan tersebut menegaskan kembali integrity territorial Serbia atas Kosovo namun mengharuskan administrasi PBB mempromosikan pembentukan ‘otonomi substansial dan pemerintahan sendiri’ untuk Kosovo, sambil menunggu keputusan akhir dari para pihak.
Perundingan dimulai pada bulan February 2006 yang disponsori PBB, dalam perundingan tersebut tidak ada keputusan yang disepakati antara para pihak, utusan khusus PBB Martti Ahtisaari memberikan usulan yang di ajukan pada bulan mei 2007, merekomendasikan kemerdekaan yang diawasi untuk provinsi tersebut.
Hasil diskusi PBB di New York, Amerika Serikat, Inggris, dan Anggota Eropa lainnya dari Dewan Keamanan PBB secara resmi ‘membuang’ rancangan resolusi yang mendukung usulan Ahtisaari pada tanggal 20 juli 2007, karena tidak mendapatkan dukungan dari Negara rusia.
Konstitusi tahun 2003 dari Negara Serbia dan Montenegro yang baru dibentuk secara resmi mengakui status sementara Kosovo, serta menggambarkan Negara Montenegro dan Negara Serbia yang meliputi provinsi otonom Vojvodina dan provinsi otonom Kosovo dan Metohija, yang berada dibawah administrasi internasional sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB 1244.
Pada 17 February 2008, Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan. Mahkamah konstitusi republik Serbia menganggap tindakan tersebut illegal dengan dalih tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam piagam PBB, konstitusi Serbia, akta final Helsinki, Resolisi Dewan Keamanan PBB 1244 dan Komisi Badinter.
Pada 18 February 2008, Majlis Nasional Republik Serbia menyatakan bahwa deklarasi kemerdekaan Kosovo batal atas usulan pemerintah Serbia pada tanggal 15 Juni 2008, konstitusi Kosovo diumumkan dan langsung di kecam oleh Serbia sebagai sesuatu tindakan yang illegal.
Bagi Republik Serbia, tuntutan kemerdekaan Kosovo merupakan gerakan pemisahan diri (Separatis) maka harus di cegah dengan berbagai cara. Hampir dalam dua dekade pemerintah Serbia disibukan dengan kegiatan penyelesaian tindakan Kosovo yang ingin memisahkan diri dari Republik Serbia.
Namun kemerdekaan Kosovo yang di Proklamasikan Minggu, 17 February 2008, membawa masalah tersendiri bagi Republik Indonesia. Berbeda dengan masyarakat internasional seperti NATO dan Uni Eropa yang menyambut gembira atas Deklarasi Kemerdekaan Kosovo.
Indonesia tidak dapat gegabah dalam mengambil keputusan serta akan memberikan keputusan jika seluruh proses negosiasi dilakukan dengan menyeluruh. Pemerintah Indonesia berpandangan bahwa kemerdekaan Kosovo kesannya hanya dilakukan sepihak (unilateral) tampa dukungan seluruh anggota PBB.
Terutama Dewan Keamanan, karena itulah Indonesia tidak dapat gegabah dalam menentukan keputusan posisinya.Posisi Indonesia yang menunda-nunda pengakuan atas kemerdekaan Kosovo bukan tampa alasan. Pertama, adanya perbedaan pendapat dari kalangan partai-partai politik Indonesia.
Beberapa parpol seperti PPP, PKS, Golkar, dan PAN mendorong pemerintah agar segera mendukung kemerdekaan Kosovo. Mereka yang pro-kemerdekaan Kosovo menyatakan dukungannya atas kemerdekaan Kosovo dengan alasan bahwa Indonesia adalah Negara yang menghormati kemerdekaan negara lain, dan kemerdekaan ialah hak segala bangsa, sesuai dengan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
Sedangkan pihak yang merasa keberatan menyatakan, jika Indonesia mendukung kemerdekaan Kosovo maka sama saja Indonesia mendukung terjadinya separatisme. Sedangkan saat ini Indonesia masih memiliki sejumlah persoalan yang berkaitan dengan separatisme yang belum terselesaikan secara tuntas.
Indonesia masih mengalami trauma atas merdekanya Timur-Timur. Lepasnya wilayah tersebut dari Indonesia telah mengilhami gerakan pemisahan wilayah lainnya seperti aceh dan papua yang mengikuti jejak Timtim. Gerakan separatis dari dua wilayah tersebut nampak mengikuti taktik serta strategi yang dilakukan Timtim demi melepaskan diri dari NKRI.
Kedua, berhubungan dengan perbedaan suara di PBB. Kemerdekaan Kosovo di dukung oleh Negara-negara barat dan NATO serta Uni Eropa, sedangkan rusia dan china menolak kemerdekaan Kosovo. Hal tersebut merefleksikan masih terjadi perang dingin di ranah PBB.
Negara-negara barat pendukung kemerdekaan Kosovo melihat Serbia masih melanjutkan praktik-praktik penekanan, pengekangan, dan penindasan atas rakyat Kosovo. Hal itu bertentangan dengan prinsip-prinsip barat terkait HAM dan Riberalisme. Serta terdapat motivasi geopolitik dan strategi dari barat terhadap Kosovo yang sangat prospektif bagi kepentingan barat.
Ketiga, posisi Indonesia atas Serbia, bagi masyarakat internasional, Serbia merupakan Negara ‘rogue’ yang tidak menghormati HAM karena telah melakukan banyak pelanggaran kemanusiaan.Serbia mendapatkan banyak kecaman atas kekejaman terhadap penduduknya sendiri yang berbeda ideology seperti terhadap bosnia dan Kosovo, hal tersebutlah yang menyebabkan Indonesia sulit untuk menentukan keputusan.
Dalam satu sisi, Indonesia tidak ingin di sejajarkan dengan Serbia dalam rekor HAMnya yang buruk. Namun sisi lain Indonesia perlu mempertimbangkan hubungannya dengan Rusia, China, dan Serbia. Indonesia tidak ingin hubungannya terganggu dengan Negara-negara tersebut oleh isu Kosovo.
Negara-negara tersebut secara konsisten mendukung integritas wilayah Indonesia yang kaitannya dengan isu separatism. Indonesia, Rusia, dan China memiliki kepentingan yang berkaitan satu sama lain, baik dalam segi ekonomi, politik, maupun strategi.
Mempertimbangkan beberapa hal di atas, dapat di maklumi bahwa Indonesia berada dalam situasi dilematis, walaupun Indonesia tidak perlu terburu-buru dalam menetapkan keputusan resminya terkait mengakui atau tidaknya terhadap kemerdekaan Kosovo. Pemerintah sebaiknya memiliki pendirian atas isu ini karena sangat penting bagi citra Indonesia di tengah-tengah masyarakatnya, maupun di mata masyarakat internasional.
Nama : Muhammad Farhan Chaniago
NIM. : 24200033
Kampus : UNIVERSITAS NAHDATUL ULAMA INDONESIA FAKULTAS HUKUM PRODI ILMU HUKUM

